Cerpen : Akhir dari Kita dan Jarak

Cerpen : Akhir dari Kita dan Jarak

Selasa, 27 Oktober 2020, 1:21 PM

Akhir dari Kita dan Jarak


Putri tertegun. Jarum pendek jam dinding tua itu masih menunjukkan angka 4. Bahkan mentari belum mengintip dari sarang. Namun pikirnya sudah mengalir menyusuri saraf kranial.
"Ini mimpi?", batin Putri. 
Sesosok lelaki masih tampak lelap di sampingnya. Terlihat raut lelah dan bahagia masih jelas tergambarkan. Rambutnya yang sudah teracak, tergumpal separuh akibat keringat semalam yang mengering. 
"Ah! Bodoh aku. Dia sekarang suamiku", sadar Putri. 
Baru saja dia tersadar bahwa sosok Adam yang disampingnya adalah Pangeran. Ya, Pangeran suaminya. Bahkan selimut putih masih mendekap mereka dengan nyaman. Tampak gaun itu masih terjuntai, setelan jas dan assesories itu pun bahkan masih berhamburan dalam bilik itu. Bilik itu, ya! Itu saksi kesakralan cinta mereka secara kita, sah. Setelah meninggalkan gedung gereja dan tempat resepsi yang menjadi sejarah bagi mereka. 
 “Di hadapan Tuhan, Imam, para orang tua, para saksi,  saya Pangeran Brijaya, dengan niat yang suci dan ikhlas hati memilihmu Putri Angeli menjadi istri saya. Saya berjanji untuk setia kepadamu dalam untung dan malang, dalam suka dan duka, di waktu sehat dan sakit, dengan segala kekurangan dan kelebihanmu. Saya akan selalu mencintai dan menghormatimu sepanjang hidupku. Saya bersedia menjadi orangtua yang baik bagi anak-anak  yang akan dipercayakan Tuhan kepada saya dan mendidik mereka secara Katolik. Demikian janji saya demi Allah dan Injil suci ini, semoga Tuhan menolong saya", tegas Pangeran di depan Romo yang memimpin jalannya misa perkawinan. Dia tampak tegas dan tenang dalam mengucapkan janji sambil tangan mereka ditumpangkan di atas kitab suci. Sebelumnya, hanya gadget mereka berdua yang menjadi tempat antara rindu dan jarak akibat jarak. 


"Sayang, aku rindu", keluh Pangeran
"Sabarlah sayang. Segalanya pasti ada waktu," tenang Putri. Pangeran  hanya bisa diam melihat ketenangan Putri. Dia tahu wanitanya itu sudah terlalu banyak bersabar. Bersabar dalam jarak, rindu, bahkan untuk menyelesaikan masalah antara mereka berdua. Walau memang, terkadang gadis sawomatang dengan kedua lesung pipi itu lepas kendali. 
"Dimana kamu semalam? Kenapa tidak menelponku? Aku menunggumu hingga larut. Tak ada panggilan masuk darimu. Apa kamu sudah bosan denganku?", geram Putri.
"Maafkan aku, sayang. Aku tertidur. Aku sayang kamu", lembutnya kata-kata Pangeran membuat Putri hanyut sejenak. Dipikirnya kembali kesibukan lelaki yang sudah 6 tahun menjalin long distance relationship dengannya. Bahkan mereka sudah berjanji di awal janji peraduan mereka, untuk menjadikan kata percaya sebagai landasan bangun cinta mereka. 
"Kenapa kau ingin memacari aku? Apakah disitu sudah tidak ada wanita lagi? Jarak kita terlalu jauh," rentet Putri dengan dahi yang berkerut.
"Aku jatuh cinta padamu, Putri. Jadilah pacarku", pinta Pangeran. 
Putri tertegun. Dia tidak bisa menyangkal rasa yang tumbuh antara mereka, walau lewat curhatan medsos semata. Kenyamanan yang tercipta membuat ia takut menerima penyesalan. Namun jarak? 
"Baiklah, namun dengan satu syarat", 
"Katakan sayang", rayu Pangeran. 
"Diantara kita harus ada kepercayaan. Jika kamu tidak percaya padaku dan sebaliknya, itu berarti kita sudah tidak bisa menjalin hubungan", tutur Putri. Pangeran menyetujuinya. Sekali lagi jarak menjadi saksi deklarasi skala kecil cinta mereka. 


"Sayang, ada apa?", tanya Pangeran. Dalam tidurnya ia merasakan sentuhan halus yang mengusap pipi dan dagunya. Ia melihat mata bulat sedang menatap wajahnya dengan tatapan kosong. Tangannya masih aktif mengelus permukaan wajah Pangeran dengan lembut. 
"Sayang", sapa Pangeran sambil mengusap balik rambut hitam yang panjang milik istrinya itu. Tersentak Putri dari lamunannya, menciptakan ekspresi ganda di wajah berlesung pipi itu. 
"Uh sayang, I love you"
"I love you too sayang. Apa yang kamu pikirkan?"
"Aku sempat berfikir ini hanya mimpi"
Pangeran tersenyum, dikecup alis wanitanya itu. Ditariknya tubuh mungil itu, lalu dipeluknya dibalik selimut putih itu. "Ini bukan mimpi sayang. Ini nyata. Aku bukan lagi hayalanmu. Aku dan kamu sekarang bersama. Tak ada lagi jarak yang memisahkan kita. Kita tak kan bisa terpisah. Aku milikmu, kamu milikku. Yang berhak memisahkan kita hanyalah yang Pencipta".

Karya : Mieche Yunita Kakisina

TerPopuler