Oleh: Jacob Ereste
Dana yang dikucurkan untuk mencetak sawah dari APBN tahun 2017 sebesar Rp 1.18 triliun untuk 72.033 hektar lahan. Sedangkan pada tahun sebelumnya (2016) sebesar Rp 3.06 triliun untuk 129.096 hektar lahan.
Informasi untuk monitoring yang dilakukan Kementerian Pertanian memang tidak maksimal dilakukan. Karena banyaknya sebaran pelaksanaan program cetak sawah yang dilakukan. Dan penggunaan anggaran untuk program ini pun dilakukan tidak melalui satu komando, karena tersebar pada Dinas Pertanian di masing-masing provinsi. Selain itu, informasi pada 2015, ada juga program untuk cetak sawah yang juga banyak bermasalah.
Dari investigasi pada dua tahun berselang, Kementerian Pertanian baru menggandeng BPK untuk mengevaluasi teknis dan anggaran program mencetak sawah ini. Lalu temuan oleh Anggota BPK IV, Rizal Djalil, atas dasar audit BPK itu, bila program kerjasama antara Kementerian Pertanian dan TNI Angkatan Darat sudah sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010, khususnya Tentang Pengadaan Barang dan Jasa.
TNI Angkatan Darat yang ikut dalam program cetak sawah ini perlu ficermati, mengapa tidak bisa maksimal berperan untuk menjalankan amanah dan kepercayaan yang mulia ini. Karena untuk program cetak sawah baru idealnya dapat dijadikan untuk pertahanan dan ketahanan pangan bangsa dan negara Indonesia yang membanggakan. Disamping dapat segera membebaskan n bangsa dan negara Indonesia dari ketergantungan pada jeratan dari beragam bentuk impor produk asing.
Memang sungguh disayangkan, triluan dana yang telah dikucurkan untuk cetak sawah itu belum juga terwujud. Apalagi pada masa pandemi saat ini, dimana semua orang jadi terbatas bergerak. Sementara bagi mereka yang mau mengolah sawah atau ladangnya, ideal disupport mulai dari modal kerja, benih dan pupuk sampai kontrol dari harga pasar terhadap semua jenis produk yang dihasilkan para petani. Sebab hanya dengan begitu harapan swasembada pangan dapat tercapai. Tentu yang tak kalah penting adalah bebasnya Indonesia dari ketergantungan impor bahan pangan serta produk asing. Dan ajakan Presiden pun untuk kembali mencantai produk anak bangsa sendiri bisa terwujud.
Tapi ceritanya akan jadi lain, jika pada saat yang sama kita masih harus bertanya-tanya bagaimana mungkin disaat panen raya sekarang birahi ingin memasok satu juta ton beras impor mau dilakukan. Sedangkan harga gabah petani kita hari ini cuma Rp 1600 per kilogram. Dan harga bawang putih pun cuma Rp 20.000 per kilogram. Sunggih dramatik sekali, aku pun menangis karena melihat sendiri petani kita yang menangis.
Jakarta, 15 Maret 2021