Semangat Berdagang Menteri Perdagangan Ngotot Impor Beras di Masa Panen Raya

Semangat Berdagang Menteri Perdagangan Ngotot Impor Beras di Masa Panen Raya

Jumat, 19 Maret 2021, 3:52 AM

Oleh: Jacob Ereste

Pernyataan Menteri Perdagangan Muhamad Lutfi berkilah bahwa impor beras itu katanya adalah bagian dari strategi agar tidak diatur oleh spekulan berniat buruk. Alasan Muhamad Lufti ini sungguh terkesan jadi konyol. Karena dari logika cara berpikir dalan sudut pandang dari manapun, strategi yang dungu ini, justru akan semakin mempermalukan diri,  dibanding dengan cara berterus terang saja mengakui kekeliruan yang terlanjur jadi pilihan salah itu.


Sebab dari logika seperti apapun, strategi untuk mengatasi para spekulan tidak bisa dilakukan  dengan cara mengimpor beras saat petani sedang panen raya.


Dalam bilangan surplus jutaan ton beras hasil dari panen raya para petani Indonesia ini, menjadi sangat aneh bila logika Menteri Perdagangan Muhamad Lufti hanya berdalih dengan satu juta ton beras bisa membuat para spekulan tidak berkutik. Hanya dengan  mengimpor satu juta ton beras. Padahal beras hasil panen petani seluruhnya tidak kurang dari 17 juta ton, hingga surplus.


Jadi alasan ngotot untuk tetap terus  mengimpor satu juta ton beras pada saat petani sedang panen raya dan bisa surplus hasil panenannya, hanya akal yang tak waras yang dapat menerima alasan yang dungu seperti itu. Atau ada birahi rente agar bisa  mendapat komisi dari proses impor yang sangat terkesan begitu dipaksakan ini.


Hingga pada  akhirnya, seorang kawan merasa perlu untuk dapat menghitung, berapa nilai besarannya bila untuk per kilogram beras itu misalnya bisa mendapat komisi senilai Rp. 1000 saja. Maka untuk jatah sebesar Rp 1.000 per kilogram itu, cukuplah bagi pemulus impor beras ini dapat komisi sebesar satu juta ton beras impor yang masuk ke Indonesia ini minimal nilai yang didapat  adalah Rp 1.000 X 1.000.000 ton X 1.000 kg = Rp 1.000.000.000.000 (seribu miliar alias satu triliun). Jadi semangat berdagang dari Menteri Perdagangan Indonesia yang percaya untuk mengatasi para tengkulak atau spekulan pada saat petani kita panen raya dan surplus, sungguh hanya ada dalam akal orang yang sakit. Sebab logikanya tak  seperti itu adanya. Sebab akal yang sakit itu, bukan cuma amat sangat berbahaya bagi petani, tetapi juga bagi segenap warga bangsa Indonesia yang dipaksa bersikap dan melakukan  pilihan seperti itu jelas bisa diartikan sikap khianat pada bangsa dan negara.


Sebab upaya untuk  melindungi kaum petani yang diabaikan itu bukan sikap nasionalisme sejati. Karena sebutannya  yang pantas adalah sikap nasionalisme gadungan.

Jadi semangat berdagang dari Menteri Perdagangan Indonesia sesungguhnya  amat sangat taj masuk akal. Karena peranan pemerintah yang sangat diperlukan para petani ketika sedang panen raya adalah keseriusan dari pemerintah mau serius mengendalikan harga jual agar tidak anjlok seperti yang baru saja dialami oleh petani bawang putih di Batu Malang, Jawa Timur. Artinya, jika benar pemerintah tidak berniat 
menjatuhkan harga beras petani, seperti pengakuan Muhamad Lufti. (Repelita, 2021/03/18), mengapa harus impor beras pada saat panen raya. Hasil panen raya petani pun  berlebih, alias surplus. Jadi sepatutnya  pemerintah bisa menjamin harga beras dan gabah kering petani tidak turun harganya  dengan cara menampung semua hasil panen itu yang memang mau dijual oleh petani agar memiliki uang untuk membeli kebutuhan hidup lainnya.


Jadi birahi berdagang dari Menteri Perdagangan -- yang cuma diorientasikan semata untuk mendapat untu ng -- tak ada bobot dari idealisme untuk membangun masyarakat petani agar dapat menjadi soko guru bangsa -- jadi tak ada cahaya yang terkesan dalam benak dagang yang cuma mencari keuntungan materialistis yang menjadi ciri kapitalisme yang tulen itu.


Jakarta,  Maret 2021

TerPopuler