Oleh: Jacob Ereste
Meski baru sebatas wacana mengubah masa jabatan Presiden lebih dari dua periode itu mencerminkan kerakusan terhadap kekuasaan. Maka itu birahi serupa -- jika serius dan benar hendak dilakukan -- cuma sekedar jadi pertanda -- orientasi kekuasaan telah melibas idealisme pengabdian yang harus diberikan untuk rakyat yang telah memberi mandat untuk dijalankan sesuai amanah yang harus dilaksanakannya dengan sumpah dan janji yang telah diikrarkan demi dan atas nama Tuhan sesuai dengan agama kepercayaannya.
Berita heboh ikhwal Direktur Eksekutif Indo Barometer, Muhammad Qodari secara terang-terang mendukung Presiden Joko Widodo untuk maju dalam 3 periode. Bahkan Qodari telah membuat Komunitas Jok-Pro 2024 atau Jokowi-Prabowo untuk Pilpres 2024.
Yang sangat mengherankan justru sosok sekualitas Muhamad Qodari justru yang mejadi pelopor kasmaran politik murahan seperti itu. Padahal sejarah dari gerakan reformasi dahulu salah satu yang menjadi kejengahan rakyat banyak adalah jabatan Presiden yang tidak boleh lebih dari dua periode itu. Dan dalam UUD 1945 pun yang sudah berulang diamandemen sekaramg ini jabatan Ptrsiden itu sudah dipertagas tak boleh lebih dari dua periode. Jadi yang neranyak itu memang para politikus yang bernafsu ikut bermain untuk mendapat peluang, kalau tidak elok dikata sebagai makelar politik.
Makelar itu sendiri adalah penjaja jasa untuk sekedar mendaat imbalan dari apa yang hendak dijual seperti tanah atau mobil bekas. Jadi nilai jualnya akan sangat tergantung pada kepiawaian promosi para makelar. Namun begitu, toh budaya pasar punya tata kramanya sendiri. Tak semua yang dijajakan dengan promosi hebat pun bisa laku begitu saja, kecuali hanya untuk mereka yang gampang ditipu atau dikecoh oleh promosi gombal yang dasarnya memang cuma mau mencari korban belaka.
Komunitas Jok-Pro 2024 sudah resmi dilounching dengan acara syukuran dan peresmian Kantor Sekretariat Nasional (Seknas) di Jakarta Selatan, Sabtu 19 Juni 2021.
Alasan yang ramai di mendia sosial karena Qodari dan gerbong politiknya dianggap telah melanggar etika dan hukum serta perundang-undangan.
Jika gagasan konyol itu dibiarkan akibatnya memang bisa pula menjebak Presiden Joko Widodo terperangkap dalam pelanggaran konstitusi. Kecuali itu, gagasan konyol Qodari ini jadi terkesan telah melecehahkan DPR dan MPR RI, seakan begitu mudah digiring untuk mensahkan aturan dan perundang-undang yang bisa mengatur dan mengubah tata aturan pemilihan bagi Presiden dari dua periode menjadi tiga periode.
Banten, 21 Juni 2021